Ini jalanan yang pernah kita jejaki 16 tahun silam. Jalanan yang setia jadi saksi dalam ingatan bahwa saya pernah dipalak lima ribu perak oleh kakak kelas. Jalanan yang pernah menertawai saya berwajah polos, penakut, dan plonga-plongo ketika dipalak.

Tapi jalanan ini pula yang menyemangati hari-hari kita untuk sekolah, buktinya, kita melewatinya setiap hari dan gak bosan, saking semangatnya. Sekali waktu, jalanan ini mencuri dengar bincang kita tempo itu. Saya, jejaka Khafidl, bujang Gandi Gunarto dan sahabat Almarhum Agus Budi Hartoko, para punggawa jomblo sejati. Khafidl mendinglah, meski sesaat, pernah juga "jadian", wkwkwkwkkk....

Amboi....masa muda, diingat indah. Tapi, menjalaninya tak mudah. Aiiih....masa lalu, kata seorang kawan  itu candu. Hari-hari penuh tawa, ada makna persahabatan di sana. Sayang, kita lupa mengisi waktu untuk berkarya.hehehehehee.....Kalau bukan cewek yang disoal, pastilah kelucuan-kelucuan kecil pengusir penat menunggu bis mungil pengantar pulang. Atau, cerita masa depan yang tak bisa dilukis sempurna.

Saya, pemuda baperan yang cuma bisa jadi pemuja rahasia. Khafidl, jejaka santun yang selalu kocak dan target ceweknya yang biasa-biasa saja. Gandi, bujang yang hitam manis, suka gemetaran kalo diajak ngobrol sama cewek. Agus, lelaki jangkung berlagak cuek sama cewek, tapi rona muka tak bisa bohong, pengen banget.

Sahabat Agus, dia telah mendahului kami ke Surga. Khafidl kini sukses dengan bisnisnya di bidang pendidikan. Gandi berhasil meraih impiannya, sebagai kepala sekolah. Saya sendiri, kini menjadi guru di salah satu sekolah swasta di pinggiran Jakarta. Entahlah, ini cita-cita atau kebetulan belaka. Nanti saya tanya sama mereka, pernah gak saya bicara tentang jadi guru.

Man-teman.... kapan kita ketemu lagi, bukan untuk melanjutkan bincang kita tentang cewek. Itu kenangan masa lalu yang telah membeku. Biar saja membisu. Kini kita sudah dengan jodoh masing-masing. Tapi tentang kelucuan, tentu banyak cerita baru yang lebih segar, hayuk kita cairkan lagi, tak perlu dibiarkan beku.

Nah...soal karya, itu hutang kita waktu muda. Mari kita lunaskan. Bukankah kita sudah di jalur yang beririsan, sama-sama menggeluti dunia pendidikan. Mari berkisah tentang kekocakan, ditemani kopi, lalu memadu gagasan bikin SEKOLAH.

Ada banyak hal yang berubah di luaran sana, ideologi baru, filsafat baru, teknologi baru, mungkin juga semesta yang baru, bahkan boleh jadi agama baru. Pun, kurikulum pendidikan yang katanya baru. Semua itu buah dari penggalian ilmu tanpa henti, mendayagunakan nalar dan kesadaran.

Banyak ruang-ruang kelas kita, yang mengajarkan ilmu sebagai sebuah kisah. Cerita yang dirapalkan sebatas pengetahuan. Proses bernalar kurang digaungkan. Dampaknya, gagal paham. Tak perlu jauh, dulu pasca lulus, kita mikir kuliah jurusan apa biar bisa kerja apa. Bukan berpikir bakat kita apa, jurusan apa yang sesuai talenta, lalu ingin berkarya apa.

Nah....kelakar saya yang gak jelas ini biar dilanjutkan dengan obrolan tatap mata. Biar saya juga yang nyeduh kopinya.....