Agama, pemikiran dan kopi
Siapa bilang Rocky Gerung menista agama. Laiknya Sukma dan Ahok, Rocky
tidak sedang menghina Islam. Ketiga tokoh jelas mengutarakan apa yang dialami,
dihayati, dan merasuki pikiran dan alam emosinya.
Fungsi agama bukan untuk memenjara pemikiran, namun sebaliknya, agama
justru membebaskan pikiran, memerdekakan akal dan memberi jalan bagi ilmu
pengetahuan. Apa yang diucapkan oleh ketiga orang itu adalah wujud dari
jalannya pemikiran. Adalah kewajiban kita untuk
menghargainya, tak perlu menghakimi atas nama agama.
Jika manusia berperilaku dan berkata-kata tidak sesuai dengan ajaran agama
atau malah menentangnya, itu bukan penistaan. Yang demikian itu adalah proses
kehidupan yang wajar. Mana ada orang yang berjalan mulus semulus kulit sang
putri kerajaan,hehe... dalam menapaki jalanya hidup.
Yang benar adalah konsisten berpikir, bukan konsisten pada hasil pikir.
Teguh mempedomani satu produk pemikiran bisa saja menjerumuskan kita pada
kesyirikan, menuhankan diri kita sendiri.
Manusia memang sebaiknya jangan pernah diam, berhenti pada satu terminal
pemikiran tertentu. Sudah menjadi fitrahnya, otak itu untuk mencipta. Maka,
teruslah mengembara dengan akal, tak perlu rehat. Tak perlu takut liar,
menyimpang, apalagi salah. Biar kematian saja yang menghentikan otak kita.
Untuk menjinakkan dan mendamaikan keliaran akal, agamalah sarananya,
Tuhanlah sandarannya. Syariat agama hadir bukan untuk memenggal jalannya
pemikiran. Syariat diwahyukan agar akal tak telanjang, supaya akal senantiasa
diliputi oleh akhlak, moral yang luhur.
Apa enaknya, ngopi bareng dengan kawan mendiskusikan hasil pemikiran, di
kedai kopi yang berbeda, lalu diskusinya lewat email atau telpon.
Aiiiih....garing banget. Bukankah perjumpaan akan lebih menghangatkan, juga
meredam ego pikiran. Belum lagi disusuri aroma kopi yang menenangkan.
Agama bukanlah kedai kopi, syariat juga bukan secangkir kopi, yang ingin
saya katakan adalah agama mempertemukan akal dengan penciptanya. Syariat agama
adalah sarana untuk kita menghayati dan menyelami nikmatnya perjumpaan dengan
Tuhan. Lalu apa setelah kita bertemu Tuhan, akal akan semakin waras, moral
terjaga. Perilaku nampak menawan, kata-kata yang keluar dari kita akan melantun
dengan bahasa yang indah.
Jika untuk membela Tuhan lalu tindakan kita justru beringas, menghakimi
hasil pemikiran seseorang yang menjelma dalam perilaku dan kata-kata, maka
jangan-jangan kita kurang menikmati dalam menjalankan syariat. Kalau setelah
menyeruput kopi badan kita jadi sakit, perasaan kita tambah galau, pasti bukan
salah kopinya.
Tak usah terlampau kaku dalam memaknai agama. Bersikap luwes dan lembut
bukankah terlihat anggun.
0 Comments