Peran Ibu Dalam Mendampingi Anak Agar ‘Melek’ Literasi Gawai
Saat ini, teknologi informasi seolah menjadi panglima
baru dalam mengawal peradaban paling mutakhir. Peradaban di mana ruang dan
waktu tak lagi menjadi penghalang orang untuk saling berkomunikasi baik sekadar
untuk saling menyapa maupun untuk bertukar pikiran mengenai ide-ide yang lebih
bermakna.
Data dari Kementerian Kominfo, tahun ini lebih dari 200 juta penduduk adalah
pengguna internet. Peningkatan yang cukup tajam bila dibandingkan dengan tiga
tahun lalu yang hanya berjumlah 63 juta orang pengguna layanan internet.
Sementara itu, laporan Tetra Pak Index 2017 yang belum
lama ini dirilis, mengungkap bahwa tercatat ada lebih dari 106 juta orang
Indonesia berjejaring sosial tiap bulannya. Di mana 85% di antaranya mengakses
media sosial melalui perangkat seluler.
Dalam rilis tersebut juga diungkapkan bahwa pengguna
media sosial didominasi oleh generasi milenials. “Ada kecenderungan ’menggilai’
media sosial anak muda sekarang”, ujar Gabrielle Anggriani, Communications
Manager Tetra Pak Indonesia, dalam keterangannya.
Media sosial menjadi teman baru bagi anak-anak muda yang
juga pelajar. Informasi yang meluap sedemikian deras tak semua berupa
kebenaran. Dalam peradaban media sosial, lebih banyak orang iseng ketimbang
yang benar-benar memikirkan perubahan ke arah yang makin baik, demikian kata Prof. Rhenald Kasali
dalam bukunya.
Diperlukan kemampuan memilah dan memilih informasi yang
begitu banyaknya di media sosial. Sudah kita saksikan informasi yang bersifat hoax sangat merajai di jagat virtual.
Oleh karena itu, literasi gawai mendesak untuk digaungkan supaya
pelajar-pelajar kita tidak terpapar berita hoax.
Dalam hal ini, rumah semestinya menjadi benteng utama
yang diharapkan mampu menyaring arus informasi yang masuk ke dalam ruang-ruang
privasi anak. Ibu menjadi sosok yang diharapkan senantiasa dekat dan mendampingi anak ketika
mereka akrab dengan gadgetnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara,
mengatakan ibu mempunyai peranan vital dalam konteks digital atau konteks
konten. “kenapa ibu menjadi penting dalam konteks digital, dalam konteks
konten? Karena di rumah, ibulah yang paling banyak berinteraksi dengan
anak-anak kita”, katanya dalam Diskusi Publik Peringatan Hari Ibu 2017 di Ruang
Serbaguna Kementerian Kominfo, Jakarta, Sabtu (16/12/2017).
Usaha orangtua untuk membendung derasnya arus zaman yang
digawangi oleh kemajuan teknologi informasi adalah tidak gampang kalau tidak
mau dikatakan sia-sia. Kasih sayang orangtua sebaiknya tidak semata dalam
bentuk pemberian yang bersifat kebutuhan fisik. Perkembangan nalar anak juga
perlu mendapatkan perhatian. Termasuk dalam hal kesadaran pentingnya literasi
digital.
Masih dalam catatan Prof. Rhenald, menurutnya, untuk
pertama kali dalam sejarah, dunia kerja dan sekolah diisi empat generasi
sekaligus, generasi kertas-pensil, generasi komputer, generasi internet dan generasi smartphone.
Sedangkan generasi orangtua dulu
sekolah dengan sistem linier, antar subyek terspisah. Matematika, Fsisika
dan Bahasa terpisah satu sama lain, beda keahlian juga beda guru. Sementara,
generasi anak memiliki pemahaman yang integratif. Pelajaran mengusung metode
tematik, kesatuan berbagai mata pelajaran dalam satu tema yang sama. Dunia
mereka dinamis, bersenang-senangdan multitasking.
Banyak orang paham bahwa anak-anak tengah hidup di
peradaban yang samasekali berbeda dengan orangtuanya. Sayangnya, pemahaman itu
tidak dibarengi dengan perubahan paradigma yang diwujudkan melalui
langkah-langkah baru dalam hal pola asuh anak.
Sangat penting kiranya, pendidikan dan pola asuh dengan
jalan yang lebih bersahabat serta menyemangati, bukan pola menghukum dan ambigu
yang kerap membikin anak bingung. Adalah orangtua, terutama ibu yang berperan
penting dalam memahami dunia anak. Memahamkan mereka akan pentingnya kesantunan
di media sosial, membantu mereka menemukan informasi yang benar di jagad maya.
0 Comments