Selamat Jalan Bapak Literasi, Hernowo...
Kehilangan seorang tokoh inspirasi adalah duka yang mendalam. Belum lama ini, Ki Enthus, dalang nyentrik nan cerdas, telah berpulang. Sys NS, artis, yang juga salah satu pendiri partai Demokrat, adalah seorang yang idealis. Ia mundur dari partai itu lantaran merasa partai telah keluar jalur dari cita-citanya semula. Pula, telah mendahului kita.
Kali ini Hernowo, ia telah dipanggil ke hadirat Tuhan meninggalkan kita semua. Penulis yang produktif ini telah mewariskan karya-karya berharga bagi dunia pendidikan. "Produk tulisan-tulisannya memperkuat dasar-dasar pedagogi dan sarat makna", begitu kata Malik Fadjar, mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Lihatlah
karya-karyanya : Mengikat makna: kiat-kiat ampuh untuk melejitkan
kemauan plus kemampuan membaca dan menulis buku (2001), Andaikan buku
itu sepotong pizza (2003), Quantum reading : Cara capat nan bermanfaat
untuk merangsang munculnya potensi membaca (2003), Quantum writing
(2003), Bu Slim dan Pak Bil : Kisah tentang kiprah guru "multiple
intelligences" di sekolah (2004). Dan banyak karya lainnya yang
menginspirasi.
Pria kelahiran Magelang 61 tahun silam ini, digambarkan sebagai seorang sufi baca-tulis oleh Haidar Bagir (pendiri Mizan). Hernowo telah menjadi panutan dalam membangkitkan kegiatan literasi. Ia menyumbangkan pemikiran yang cerdas bagi sekolah-sekolah kita yang senyatanya malah meniup mati obor literasi.
Hernowo adalah peracik kata-kata yang piawai. Buku-bukunya dikemas dengan kalimat-kalimat obrolan dan ringan tetapi bernas. Siapapun yang membaca buku karangannya, pasti mendapatkan pencerahan. Ibarat seorang kyai, ia adalah kyai kampung yang dicintai masyarakat akar rumput, namun keluasan ilmunya layaknya seorang rektor perguruan tinggi. Larik-larik kalimat yang ia tulis enak dinikmati semua kalangan.
Hanya dengan menguraikan satu kalimat seorang sahabat Rasul yang terkenal cerdas, Ali bin Abu Thalib, Hernowo bisa melahirkan sebuah buku yang sangat terkenal dan mampu membangkitkan semangat seseorang untuk mau membiasakan diri membaca sekaligus menulis. Buku itu berjudul "Mengikat Makna". Buku itu lahir dari intisari ucapan Ali bin Abu Thalib, "ikatlah ilmu dengan menuliskannya".
Saya teringat dengan tulisan Cak Nun yang menuturkan bahwa, setiap manusia mempunyai hutang budaya. Mati tanpa meninggalkan karya adalah kosong belaka. Dan, Hernowo mengajari cara orang berkarya.
Satu kali pun, saya tak pernah bersua dengan Hernowo. Tetapi, dengan membaca karya-karya tulisnya, saya merasa sebagai murid yang sudah mengenalnya sejak lama. Walaupun hanya bisa berjumpa dengannya lewat karya, saya merasa akrab dan seolah sudah terbiasa ngopi bareng dengannya. terimakasih untuknya akan saya sampaikan melalui untaian doa.
Selamat jalan pak Hernowo....jalan yang kau buka untuk banyak orang agar mau berkarya, adalah jalan yang Allah lapangkan untukmu ke surga. Jejak karyamu pasti tak lekang dihalau masa.
Pria kelahiran Magelang 61 tahun silam ini, digambarkan sebagai seorang sufi baca-tulis oleh Haidar Bagir (pendiri Mizan). Hernowo telah menjadi panutan dalam membangkitkan kegiatan literasi. Ia menyumbangkan pemikiran yang cerdas bagi sekolah-sekolah kita yang senyatanya malah meniup mati obor literasi.
Hernowo adalah peracik kata-kata yang piawai. Buku-bukunya dikemas dengan kalimat-kalimat obrolan dan ringan tetapi bernas. Siapapun yang membaca buku karangannya, pasti mendapatkan pencerahan. Ibarat seorang kyai, ia adalah kyai kampung yang dicintai masyarakat akar rumput, namun keluasan ilmunya layaknya seorang rektor perguruan tinggi. Larik-larik kalimat yang ia tulis enak dinikmati semua kalangan.
Hanya dengan menguraikan satu kalimat seorang sahabat Rasul yang terkenal cerdas, Ali bin Abu Thalib, Hernowo bisa melahirkan sebuah buku yang sangat terkenal dan mampu membangkitkan semangat seseorang untuk mau membiasakan diri membaca sekaligus menulis. Buku itu berjudul "Mengikat Makna". Buku itu lahir dari intisari ucapan Ali bin Abu Thalib, "ikatlah ilmu dengan menuliskannya".
Saya teringat dengan tulisan Cak Nun yang menuturkan bahwa, setiap manusia mempunyai hutang budaya. Mati tanpa meninggalkan karya adalah kosong belaka. Dan, Hernowo mengajari cara orang berkarya.
Satu kali pun, saya tak pernah bersua dengan Hernowo. Tetapi, dengan membaca karya-karya tulisnya, saya merasa sebagai murid yang sudah mengenalnya sejak lama. Walaupun hanya bisa berjumpa dengannya lewat karya, saya merasa akrab dan seolah sudah terbiasa ngopi bareng dengannya. terimakasih untuknya akan saya sampaikan melalui untaian doa.
Selamat jalan pak Hernowo....jalan yang kau buka untuk banyak orang agar mau berkarya, adalah jalan yang Allah lapangkan untukmu ke surga. Jejak karyamu pasti tak lekang dihalau masa.
0 Comments