Oleh : M. Dhofier Lee
Pemerhati Pendidikan

Perubahan kurikulum adalah keniscayaan. Seperangkat konten pendidikan memang harus dirancang mengimbangi perubahan era yang makin acak.
Arus jaman yang melesat cepat dan terus dipercepat menuntut cara berpikir yang adaptif. Hari ini, definisi kecerdasan mengalami pergeseran yang sangat radikal. Barangkali, teori kecerdasan majemuk yang dicetuskan Howard Gardner masih cukup relevan. Tapi, teori ini kelihatanya tinggal menunggu waktu untuk dikenang.

Penulis buku Matematika Detik, Ahmad Thoha Faz, dalam catatannya mengungkapkan bahwa kecerdasan di era teknologi informasi adalah kecakapan mengolah informasi menjadi keterampilan dan kemampuan unik yang menghasilkan produk-produk kreatif.

Informasi yang melimpah di jagad maya ibarat area tambang emas di kubangan lumpur kali. Penambang yang berhasil adalah yang piawai mendulang emas dan membuang lumpur.
Wajah dunia tidak seperti beberapa waktu yang lampau, polanya mudah diprediksi dengan memanfaatkan data-data statistik yang cermat. Kali ini, prediksi itu kerapkali tidak berdamai dengan realita di kemudian hari. Kecerdasan buatan ditengarai menjadi biang keladinya. Kecerdasan buatan saat ini baru melumpuhkan sistem yang di dalamnya melibatkan manusia, dampaknya adalah tergerusnya jenis pekerjaan tertentu. Ke depan bisa jadi manusia itu sendiri yang mati karena ketaksanggupannya menghadapi kedigdayaan kecerdasan buatan.

Apa kabar dunia pendidikan kita? Sayang, guru-guru kita terjebak pada perangkap dogma agama. Data dari PPIM UIN Jakarta menunjukkan 6 dari 10 guru berpotensi intoleran. Kurikulum 2013 yang digadang-gadang cespleng mereformasi dunia pendidikan nyatanya cuma dokumen pelengkap untuk pelaporan ke dinas pendidikan.

Di sebuah acara pelatihan guru yang diinisiasi oleh dinas pendidikan kota, seorang pemateri bicara soal pembelajaran yang konon "kekinian banget". Tetapi, yang diburu oleh peserta adalah format rencana pembelajarannya, bukan ruh pembelajaran itu. Belum lagi, si pemateri menyajikannya sebagai pengetahuan, ya format itu tadi, tidak praktik langsung.

Di meja kopi tempat peserta rehat menunggu materi berikutnya, saya bertanya kepada beberapa guru, "apakah bapak-bapak melaksanakan apa yang dituturkan oleh narasumber?". Jawabannya tegas, "mana sempat pak, kalau ngajar ya kita cukup melihat materinya apa, ngajar pun jalan seperti biasa". Seru seorang bapak, "RPP dan format nilai itu kan keperluan administrasi pak". Yang lainpun membebek mengamini.

Jadi begitulah, ternyata kurikulum 2013 menurut sejumlah guru, sebatas pemenuhan administrasi tok.