Dalam kaca pandang pribadi, diskusi ke-Tegal-an merupakan perbincangan soal nostalgia dan harapan. Bagi kita yang merantau, bekerja atau kuliah, ngomongin Tegal adalah kerinduan pada kampung halaman (nostalgia). 

Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) bisa menjadi tempat melabuhkan kerinduan itu. Nostalgia ala aktivis mahasiswa. Di situ siapapun anda, bisa bercengkerama hangat dengan mahasiswa yang sedang mengemban tugas sosial sebagai agen perubahan.

Kerinduan itu lalu melahirkan harapan. Harapan akan dua hal, pertama, menghabiskan masa tua di kampung. Bagi sebagian orang, adalah kemewahan nasib bisa melukis sejarah hidup di kampung kelahiran meski di lembar-lembar terakhir. Kedua, harapan untuk turut memberikan kontribusi positif pada daerah yang kita tinggal merantau.

Harapan yang kedua itulah yang sedang diramu oleh IMT beserta para alumninya, merumuskan sejumlah langkah sebagai jawab atas secuil persoalan di Tegal yang mampu dijangkau baik langsung maupun tidak. Pergulatan kita di panggung kehidupan kota yang heterogen dalam wilayah akademik maupun praksis membuka pengetahuan baru yang sanggup mengubah paradigma lawas yang lokal/primordial menuju pandangan baru yang lebih terbuka dan plural.

Untuk memenuhi peran kontribusi itu, memiliki pandangan baru tidaklah cukup. Memperbanyak referensi bacaan berbagai bidang keilmuan merupakan keniscayaan bagi mahasiswa. Setelah itu, menengok kembali kearifan lokal yang barangkali kita telah jeda, lupa sejenak mempraktikkan ritual tradisi kampung. Pengetahuan yang kita punyai mestinya menjadi alat untuk menguatkan tafsir atas tradisi, bukan malah menjaga jarak dengan tradisi yang arif tersebut.

Misalnya saja begini, kerap kita jumpai, mentang-mentang lebih tahu secara keilmuan, kita lantas merasa tidak nyambung lagi bergaul dengan sahabat-sahabat kita di kampung yang notabene justru merekalah yang banyak mewarnai perkembangan di desa. 

Komunikasi dua arah yang konstruktif antara kita yang sedang belajar atau merantau dengan sahabat-sahabat dan berbagai komunitas di daerah haruslah diciptakan melalui beragam kegiatan dan program strategis.

Untuk itu, diperlukan belajar pada pengalaman pengabdian kepada masyarakat melalui sejumlah kegiatan berbasis kebudayaan, ekonomi dan advokasi.

Pada pokoknya saya ingin mengatakan bahwa kita punya kesempatan ikut membangun Tegal bila memiliki penguasaan bidang keilmuan sesuai peminatan, ditunjang pengalaman terjun langsung mengadvokasi masyarakat atau pengalaman bersama masyarakat.

Ujungnya, cita-cita IMT sebagai jendela Tegal tinggal menunggu momentum yang tepat, setelah kapasitas SDM kita teruji di dua hal yang tadi disebut, akademis dan praksis.

Oleh : M. Dhofier
Pegiat literasi, pendiri Taman Baca Masyarakat Sahabat Senja.